Bali
merupakan daerah pariwisata yang kaya akan budaya salah satunya yaitu berupa
tinggalan arkeologi (warisan budaya masa lalu). Tinggalan arkeologi yang
terdapat di Bali sangat beragam dan berasal dari kurun waktu yang berbeda. Ada
yang berasal dari masa prasejarah,
klasik, Islam dan ada pula yang berasal dari masa kolonial. Namun tinggalan
arkeologi yang paling banyak adalah berasal dari masa prasejarah dan klasik.
Adapun daerah yang paling kaya dengan tinggalan arkeologi diantara adalah
daerah aliras sungai (DAS) Petanu dan Pakerisan, Gianyar.
Tinggalan
arkeologi diantara DAS Petanu dan Pakerisan sejak tahun 1921 telah
diinventarisasi oleh W.F. Stutterheim dan hasilnya dimuat dalam majalah Oudheidkundig Verslag tahun 1925 dan
1927. Kegiatan inventarisasi selanjutnya ditangani oleh Kantor Suaka
Peninggalan Sejarah dan Purbakala yang sekarang telah berganti nama menjadi
Balai Pelestarian Peninggalan Sejarah dan Purbakala Bali, wilayah kerja Bali,
NTB, NTT.
Candi
memiliki arti penting tersendiri bagi masyarakat di Bali. Seperti Candi Gunung
Kawi yang terdapat Pura sebagai tempat bersembahyang di dalamnya dan Candi
Pegulingan yang setelah dipugar dimanfaatkan kembali oleh umat Hindu sebagai
tempat bersembahyang, padahal pada awalnya candi ini merupakan candi
peninggalan umat Budha. Candi-candi tadi merupakan contoh dari candi yang
bernasib baik karena mendapat perawatan secara tidak langsung oleh masyarakat
terkait dengan keberadaannya yang masih difungsikan (Living Monument).
Berbeda
halnya dengan Candi Kerobokan yang kini telah menjadi dead monument. Keberadaannya walaupun telah mendapat pelestarian
dan perlindungan dari Undang-Undang ternyata belum menjamin keterawatan dari
situs ini. Terbukti dengan pengelolanan situs yang belum maksimal dan belum
lengkapnya sarana serta prasarana penunjang keberadaan situs. Letak situs yang
cukup jauh dari pemukiman penduduk dan akses yang sulit menuju situs nampaknya
merupakan salah satu faktor penyebab Candi ini jauh dari jangkauan dan
perhatian masyarakat.
Berbagai
aspek tentang pengelolaan dan pelestarian terhadap situs Candi Kerobokan
nampaknya harus dikaji kembali agar situs yang telah mendapat perlindungan
Undang-Undang ini tak semata-mata hanya menjadi wacana pemerintah, namun langkah
nyata dari pelestarian sendiri sangat diperlukan agar warisan budaya yang luhur
peninggalan nenek moyang tidak hancur begitu saja dan pada jangka panjang
generasi penerus bangsa nantinya tidak akan kehilangan jati diri akibat krisis
budaya.
Adanya
candi pada tebing pada dinding sungai juga merupakan sebuah kerifan dari
pemanfaatan dan pelestarian alam oleh masyarakat masa lalu karena merupakan
sebuah konsep pengaturan tata ruang. Karena keberadaan Candi sebagai tempat
suci di pinggir sungai akan dapat menjaga kesucian sungai sebagai sumber air
dari pencemaran yang dilakukan oleh manusia. Jadi fungsi candi pada daerah aliran
sungai tidak semata sebagai tempat pemujaan tetapi merupakan bagian dari
kerifan masyarakat pada masa lampau dalam menyikapi kesucian sungai dan
keselamatan DAS (Geria,2006).
Berdasarkan
hal-hal yang sangat kompleks terkait dengan keberadaan situs dan lingkungannya,
maka hal-hal yang menyangkut pengelolaan harus lebih diperhatikan. Kondisi
situs Candi Kerobokan saat ini sangat memprihatinkan.
Gb.
Candi Kerobokan yang Tidak Terpelihara
Melihat
kondisi yang demikian tidak mengherankan lagi karena akses menuju situs sendiri
sangat menantang dan cukup membahayakan sehingga sulit dijangkau oleh
masyarakat dalam pemeliharaannya.
Gb.
Akses Menuju Situs Harus Menyebrangi Sungai Pakerisan
Indonesia
sebagai negara konstitusi dimana terdapat peraturan perundang-undangan yang
mengatur sendi-sendi pemerintahannya telah mengeluarkan Undang-Undang No. 11
Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Dalam Undang-Undang ini telah dijelaskan bahwa
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan
Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya
karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan,
agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Kini pengelolaan situs
Candi Kerobokan ditangani oleh pihak BP3 Bali, wilayah kerja Bali, NTB dan NTT.
Keberadaan situs dengan kondisi
seperti ini berdasarkan pengamatan penulis disebabkan oleh begitu banyaknya
situs yang harus ditangani oleh BP3 sehingga tidak semuanya terjangkau secara
maksimal. Sedangkan perawatannya selain dengan adanya Jupel (juru pelihara)
pada setiap situs juga terdapat agenda-agenda berkala. Keadaan situs pada saat
penulis melakukan survey tepat pada kondisi juru pelihara tidak melaksanakan
tugasnya dengan baik, agenda perawatan tidak pada candi Kerobokan dan
masyarakat yang tidak mengerti tentang pentingnya keberadaan situs sehingga
Candi menjadi terbengkalai.
Setelah mengetahui hal tersebut maka
agen arkeologi yaitu para akademisi dan peneliti disini harus sigap dalam
menghadapi permasalahan pada setiap situs. Jika pemerintah dan instansi terkait
pelestarian situs tidak mampu menjangkau secara menyeluruh keberadaan situs
maka tugasnya masyarakat sebagai pewaris kebudayan itu sendiri yang berada
paling dekat dengan situs harus dimanfaatkan serta dimaksimalkan. Kegiatan
penyuluhan agar meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya warisan
budaya harus digalakkan, agar tidak terjadi masalah dimana masyarakat tidak
mengetahui tinggalan sejarah masa lalunya padahal hal tersebut sangat dekat
dengan mereka.
Akses menuju situs merupakan aspek
dasar yang harus diperbaiki, karena tanpa adanya akses yang baik, maka
masyarakat akan sulit dalam melakukan perawatan terhadap situs. Pada Situs
Candi Kerobokan, permasalahan terletak pada letak situs di seberang sungai
dimana tidak terdapat jembatan penghubung dari sisi barat menuju sisi timur
sehingga untuk mencapau lokasi masyarakat harus menyeberangi aliran sungai yang
deras. Dalam hal ini yang diperlukan adalah adanya pembangunan jembatan
penghubung. Dengan adanya pembangunan jembatan penghubung berarti harus ada
dana yang dikeluarkan untuk membeli material-material yang diperlukan. Dalam UU
No. 11 Tahun 2010 bab IX pasal 98 tentang pendanaan dikatakan bahwa pendanaan
pelestarian Cagar Budaya menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah,
Pemerintah Daerah dan masyarakat. Jadi semua pihak harus bergotong royong untuk
membangun demi bangsa dan kepentingan bersama.
Penulis sebagai seorang akademisi
mencoba mengamati pelaksanaan kegiatan pelestarian terhadap situs-situs
arkeologi yang penting seperti Candi Kerobokan yang berada pada DAS Pakerisan yang
merupakan wilayah penting tentang peradaban klasik kuno di Bali. Selain itu
akademisi juga dapat dikatakan sebagai agen arkeologi yang dalam hal ini
sebagai penyalur informasi kepada instansi terkait agar mengetahui kondisi setiap
tanggung jawab yang mereka laksanakan apakah telah masimal atau tidak dan sosialisasi
kepada masyarakat agar sadar betapa pentingnya tinggalan arkeologi sebagai
tinggalan budaya sehingga masyarakat juga harus turut serta dalam pelestariannya.
Semua pihak dalam hal ini
pemerintah, akademisi, peneliti maupun masyarakat harus aktif dalam menyikapi
permasalahan-permasalahan arkeologi yang ada seperti pada Situs Cadi Kerobokan.
Sehingga dalam pengelolaannya nanti Candi ini dapat dikembangkan lagi ke arah
yang lebih bermanfaat misalnya dalam segi pariwisata budaya. Dengan akses yang
baik, niscaya pengembanganpun akan berjalan lebih lancar.
Agen
arkeologi merupakan penyalur informasi bagi pemerintah maupun masyarakat dalam
mengkritisi setiap permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam dunia
arkeologi. Seperti permasalahan yang terjadi pada Situs Candi Kerobokan dimana
perawatan pelestariannya tidak berjalan dengan baik dan maksimal. Dalam hal ini
diperlukan kesadaran dari berbagai pihak dalam memecahkan permasalahan tersebut
seperti dengan cara membangun jembatan penyebrangan menuju lokasi candi. Dan
selanjutnya setelah setiap akses dapat diperbaiki serta dibangun dengan baik
maka pengembangan yang diharapkan adalah pegembangan dalam segi pariwisata
sehingga dapat memberikan manfaat secara langsung bagi masyarakat.
Swastyastu..mohon info , lokasi candi ini tepatnya dimana ya ?..suksma
BalasHapusniki lokasinya di dusun cemadik, Pejeng Kangin Tampaksiring, atau kalau di google maps dekat dengan SMP N 2 Tampaksiring
BalasHapus